Saturday, 17 October 2015

Seruan Nabi Saleh (Kisah Dalam Al-Quran)


Seruan Nabi Saleh
QS. Al-Araf : 73-79

Nabi Saleh memberi peringatan kepada kaumnya, karena mereka masih bagian dari keluarganya juga. Beliau mengharapkan kebaikan bagi mereka. Beliau juga sama sekali tidak berniat menjerumuskan kaumnya ke dalam kesengsaraan.

Sementara kaumnya menanggapi dengan berkata, “Wahai Saleh, kami mengenalmu sebagai orang yang cerdas dan tangkas, pikiranmu tajam, dan pendapat serta semua pertimbanganmu selalu tepat. Kami melihat sifat-sifat terpuji di dalam dirimu. Kami mengharapkan kamu memimpin kami dalam menyelesaikan berbagai masalah yang rumit. Kami berharap kamu memberi petunjuk apabila kami menghadapi persoalan yang sulit. Kami juga berharap kamu dapat kami andalkan. Tapi sekarang semua harapan itu menjadi sirna dan kepercayaan kami kepadamu menjadi hilang. Itu semua karena perbuatanmu yang menyalahi adat-istiadat kaum kita,” ucap salah seorang di antara kaumnya.

“Kamu menghendaki kami meninggalkan sesembahan kami dan nenek moyang kami? Padahal itu telah menjadi bagian hidup kami sejak dulu. Kami tidak akan pernah meninggalkan semua itu karena seruanmu. Kami tidak akan mengikuti ajakanmu itu. Kami tidak mempercayai ucapanmu dan kenabianmu.”

Nabi Saleh tetap berusaha menyadarkan kaumnya yang keras kepala. Beliau ingin kaumnya beriman kepada Allah yang telah memberi karunia dan rezeki yang banyak kepada mereka.

Nabi Saleh menceritakan kisah-kisah kaum yang mendapat peringatan dari Allah karena mereka berkeras hati tidak mau mendengar ajaran kebenaran.

Nabi Saleh pun berkata, “Hai kaumku, sesungguhnya aku berbicara jujur. Aku sama sekali tidak mengharapkan upah dari kalian.”

“Lalu, apa tujuanmu mengatakan semua ini kepada kami?” tanya salah seorang dan kaumnya.

“Aku hanya menyampaikan amanat dari Allah. Aku hanya menyampaikan cinta kasih Allah kepada kalian karena aku sendiri merupakan bagian dari kalian.

Akhirnya dengan usaha keras, Nabi Saleh mendapatkan pengikut. Pengikut Nabi Saleh merupakan sekelompok kecil kaum Tsamud yang miskin. Walaupun begitu, hati mereka telah terbuka untuk menerima kebenaran dari Allah. Sementara itu, golongan orang-orang kaya tetap tidak mau beriman. Mereka tetap bersikap sombong dan keras kepala.

Kaum Nabi Saleh berkata, “Wahai Saleh, kami kira kamu telah terkena sihir sehingga kamu menjadi gila. Kata-katamu tidak masuk akal dan tidak dapat kami pahami. Kamu mengaku bahwa kamu telah diutus Tuhanmu sebagai Nabi dan Rasul. Apa kelebihanmu dibandingkan dengan kami sehingga kamu dipilih menjadi Nabi. Padahal, masih banyak yang lebih pandai di antara kami yang bisa menjadi Nabi,” ucap kaumnya yang lain.

“Kami tahu tujuanmu untuk mengejar kedudukan. Kamu ingin diangkat menjadi pemimpin kaum ini. Hentikan usahamu menyiarkan agama baru. Kami tidak akan mengikuti ajakanmu atau meninggalkan jalan yang telah kami tempuh selama ini,” ucap kaumnya.

Nabi Saleh menjawab, “Aku telah berulang kali mengatakan kepadamu bahwa aku tidak mengharapkan imbalan atas usahaku memberi tuntunan kepada kalian. Aku tidak mengharapkan upah. Yang kulakukan hanya atas perintah Allah dan aku mengharapkan balasan dari Allah. Aku tidak dapat menelantarkan tugas dan amanat dari Allah. Jangan sekali-sekali kalian berharap aku akan melanggar perintah Allah dan melalaikan kewajibanku kepada-Nya hanya untuk menyembah nenek moyang kalian.

Walaupun kaumnya tidak mau mendengarkan, Nabi Saleh tetap giat melakukan dakwah terhadap kalangan rakyat kebanyakan. Hal ini membuat para pembesar kaum Tsamud marah. Mereka menantang Nabi Saleh untuk membuktikan mukjizat dalam bentuk benda atau kelajian luar biasa yang berada di luar kekuasaan manusia.

Ayat-ayat Al Qur’an Yang Turun Dimasa Awal Kenabian Muhammad SAW

Surat yang pertama diturunkan diawal kenabian diantaranya :
  1. Al-Alaq, 5 ayat, diturunkan di Goa Hiro ketika Nabi sedang berkholwat tepatnya pada tanggal 17 Ramadhan atau 6 Agustus 610 M
  2. Al-Mudatsir
  3. Al-Qolam
  4. Al-Muzammil
Al-Qur’an turun tidak sekaligus akan tetapi secara berangsur-angsur yaitu 22 tahun 2 bulan dan 22 hari dengan periode :
  1. Periode Mekkah atau yang disebut dengan surah-surah Makkiyah yaitu yang turun sebelum Nabi hijrah ke Madinah.
  2. Periode Madinah atau yang disebut dengan surah-surah Madaniyah yaitu surah yang turun sesudah hijrah ke Madinah.
Masa turunnya surat makkiyah selama 12 tahun, 5 bulan, 13 hari, terdiri dari 94 surat.

Sedangkan surah-surah Madaniyah turun selama 9 tahun, 9 bulan dan 9 hari, terdiri dari 20 surat.

Jika dijumlahkan maka menjadi 22 tahun, 2 bulan dan 22 hari. Terdiri dari, rincian :
  • 114 surat
  • 6.236 Ayat
  • 77.807 Kata
  • dan 323.015 huruf
Surat-surat makiyah berisi tentang seputar Ketauhidan yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, sedangkan Surah-surah Madaniyah berisi seputan hukum, politik diri yaitu hubungan manusia dengan manusia.

Rangkuman
  1. Nabi Muhammad SAW menenima wahyu pertama kali pada tanggal 17 Ramadhan, 6 Agustus 610 Masehi, pada usia 40 tahun.
  2. Malaikat yang menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW adalah Malaikat Jibril
  3. Surat yang pertama kali turun adalah surat Al-Alaq ayat 1-5
  4. Sepupu dari Siti Khadijah yang menjelaskan kebenaran peristiwa turunnya wahyu adalah Warokoh bin Naufal.
  5. Allah menganugerahi Nabi putra dan putri sebanyak 6 orang, 3 orang putera dan 4 orang puteri yaitu; Qosim, Abdullah, Zainab, Ruqoyyah, Ummu Kultsum dan Fatimah Azzahra.

Friday, 16 October 2015

Bagaimanakah Cara Qadha Puasa Perempuan Hamil dan Menyusui ?

Tanya : Bagaimana cara mengqadha’ puasa bagi orang yang hamil dan menyusui?

Jawab : Berpuasa hukumnya wajib bagi semua orang Islam yang telah baligh, berakal, sehat, suci, dan tidak bepergian. Orang yang belum baligh karena belum mukallaf tidak wajib berpuasa. Orang sakit atau bepergian boleh berbuka sebab ada udzur. Perempuan yang haid atau nifas boleh berbuka. Bahkan jika berpuasa hukumnya haram dan tidak sah.

Perempuan menyusui (murdhi’) dan hamil, disamakan dengan orang sakit, dalam arti boleh berbuka. Karena bila terus berpuasa malah membahayakan diri sendiri atau anaknya. Perempuan yang sedang menyusui dan mengandung, membutuhkan gizi cukup. Kekurangan makanan dan minuman selama berpuasa dapat mengurangi kadar gizi atau air susu ibu (ASI) yang dibutuhkan dan itu pada gilirannya akan membawa akibat kurang baik pada janin dan anaknya. Berpuasa pada hakikatnya baik. Tetapi karena di balik sisi positifnya itu bagi perempuan hamil dan menyusui bisa berakibat negatif, maka boleh ditinggalkan.

Hal tersebut sesuai dengan kaidah fikih yang berbunyi “daf’u al-mafasid muqaddam ‘ala jalb al-masalih” bahwa menghindari mafsadah itu didahulukan daripada mendapat mashlahah. Boleh berbuka bukan berarti bebas selamanya. Puasa sangat penting dan mengandung hikmah yang besar : meningkatkan ketakwaan, memperkuat solidaritas sosial, baik untuk kesehatan maupun yang lain. Karena itu, semua orang harus mengalaminya. Dengan demikian perempuan hamil dan menyusui harus mengqadha’nya sehingga janin atau anak tetap selamat, dan dia sendiri tetap sehat, serta merasakan manfaat dan faedah puasa. Bagaimana solusi yang sangat bijak? Kalau berbukanya karena mengkhawatirkan janin atau anaknya saja, selain mengqadha dia juga harus membayar fidyah (denda satu mud per hari). Sedangkan mengqadha’puasa dapat dilakukan kapan saja sebelum datangnya Ramadhan tahun berikutnya.

Jika sampai Ramadhan berikutnya belum mengqadha selain masih mengqadha harus juga membayar kafarah berupa makanan pokok (beras) sebanyak satu mud (sekitar 6 ons) per harinya. Jika Ramadhan berikutnya lagi masih belum, ditambah satu mud lagi, begitu seterusnya. Demikian keterangan dalam kitab Minhaj Ath-Thalibin dan kitab-kitab fikih yang 1ain.

Siapakah Yang Berkewajiban Mencuci Dan Memasak Menurut Islam ?

Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak ragam suku bangsa, tradisi dan bahasa. Sebagaimana sudah mentradisi di sejumlah daerah, banyak sang istri yang diperlakukan oleh suaminya layaknya sebagai “pembantu”. Dan masalah mencuci pakaian, memasak, mengasuh anak, mernbersihkan rumah dan lain sebagainya. Belum lagi, ia harus melayani sang suami di malam harinya. Tradisi ini belangsung secara turun-temurun, hingga memunculkan anggapan di kalangan masyarakat. bahwa hal ini menjadi tugas dan kewajiban seorang istri. Sehingga seorang istri merasa tertuntut melakukan tugas-tugas tersebut, terlebih bila suaminya menyuruh melakukannya.

Pertanyaan :
a. Bagairnana hukumnya suami membiarkan atau menyuruh istrinva melakukan tugas-tugas, seperti; mencuci, memasak, mengasuh anak dll. Sementara istri melakukannya, karena beranggapan hal itu memang menjadi kewajibannya? 

b. Apakah istri boleh meminta upah atas pekerjaan rumah yang ia lakukan, karena hal itu bukan sebagai kewajibannya?

Jawab :
a. Memasak, mencuci dan pekerjaan-pekerjaan rumah lainnya menurut madzhab Syifi’i bukan kewajiban istri. Oleh karenanva, suami wajib memberikan penjelasan kepada istrinya, tentang hukum siapa sebenarnva yang berkewajiban melakukan semua itu. Sedangkan menurut madzhab Hanafi, pekerjan rumah tangga, meliputi memasak, mencuci dan menyapu rumah, termasuk pelayanan yang wajib diberikan istri pada suaminya.

b. Istri tidak berhak mendapat upah atas pekerjan rumah yang telah ia lakukan.

Referensi : 
 
 
 
 
 

Asmaul Husna - Ar Rahiim

Ar rahiim artinya Yang Maha Penyayang. Allah SWT menyayangi makhluk-Nya yang taat kepada-Nya, mereka akan mendapatkan pahala yaitu ditempatkan di surga-Nya. Maka dari itu agar disayang Allah, kita harus menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya.

Apakah mereka taat dan berbakti kepada Allah SWT atau mereka ingkar dan durhaka padaNya, Dia tetap memberi rizki kepada makhluk. Bukan hanya manusia dan jin, melainkan juga kepada
makhluk lain, baik hewan maupun tumbuht umbuhan.

Allah Maha Penyayang, salah satu contohnya adalah Dia menciptakan manusia dengan peralatan tubuh yang lengkap. Dilengkapi tubuh kita dengan panca indera berupa mata, hidung, telinga.

Dalam Al Qur’an difirmankan :
Artinya: “dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” (QS. Al- Baqarah: 163)

Contoh perbuatan yang jika dikerjakan akan disayang Allah SWT
1. Berkata benar dan jujur
2. Disiplin dan sabar
3. Menepati janji
4. Rajin ke masjid dan melaksanakan sholat
5. Rajin belajar dan mengaji Al Qur’an
6. Berbuat baik kepada kedua orang tua
7. Senang bersedekah dan beramal
8. Senang tolong menolong dalam perbuatan baik

Firman Allah SWT :
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal soleh, kelak Allah yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (QS: Maryam:96)

Kekayaan Kaum Tsamud (Kisah Dalam Al-Quran)

 
Kekayaan Kaum Tsamud
QS. Hud : 61, Al-Fajr : 9, Al-Araf : 74
 
Tsamud merupakan nama suku yang sangat kaya raya. Mereka mendiami suatu dataran bernama A1-Hijr yang terletak antara Hijaz dan Syam. Daerah tersebut pada zaman sebelumnya merupakan daerah jajahan suku ‘Ad.

Kemakmuran dan kekayaan alam yang sebelumnya dimiliki dan dinikmati kaum ‘Ad kemudian diwarisi pada kaum Tsamud. Tanah-tanah yang subur memberikan hasil pertanian yang berlimpah. Binatang-binatang ternak berkembang biak dengan mudah. Kebun-kebun bunga yang indah tampak menyedapkan pandangan mata. Bangunan-bangunan rumah didirikan di atas tanah-tanah datar dan dipahat dari gunung. Semua itu menjadikan mereka hidup tenteram, sejahtera, dan bahagia.

Kaum Tsamud tidak mengenal Allah. Tuhan mereka adalah berhala-berhala yang mereka sembah. Mereka rajin memberikan kurban kepada berhala-berhala tersebut. Mereka juga meminta perlindungan dari segala musibah kepada berhala-berhala yang tak berdaya itu. Padahal, mereka tahu bahwa berhala-berhala tadi hanyalah patung yang tak mampu memberi manfaat apa-apa. Namun, tetap saja pikiran mereka berada dalam kegelapan.

Harus ada seseorang yang menyadarkan kekeliruan mereka. Allah pun mengutus seorang Nabi untuk memberi petunjuk. Nabi itu akan memberikan penerangan dan tuntunan agar mereka keluar dari jalan yang sesat. Maka, Allah pun mengutus Nabi Saleh. Nabi Saleh merupakan bagian dari golongan kaum Tsamud. Dia berasal dari keluarga terpandang dan dihormati oleh kaumnya. Dia terkenal tangkas, cerdik, pandai, rendah hati, dan ramah dalam pergaulan.

Nabi Saleh memperkenalkan Sang Pencipta alam semesta ini kepada kaumnya. Allah-lah yang telah menciptakan tanah-tanah subur yang hasilnya dapat memenuhi kebutuhan mereka. Allah jugalah yang menciptakan binatang-binatang ternak yang dapat mereka manfaatkan. Allah-lah yang seharusnya mereka sembah, bukan patung-patung yang mereka pahat sendiri dan batu-batu gunung.

Nabi Saleh menyerukan kepada kaumnya bahwa dia adalah utusan Allah. Beliau juga menerangkan bahwa apa yang beliau ajarkan merupakan amanat Allah yang harus disampaikan kepada mereka. Nabi Saleh berharap agar kaumnya tidak lagi menyembah berhala dan akan beriman kepada Allah.

Apa yang disampaikan Nabi Saleh merupakan hal baru bagi kaum Tsamud. Mereka tidak menyangka seruan tersebut keluar dan mulut seseorang yang berasal dari kaumnya sendiri.

Nabi Muhammad SAW, Keluarga Dan Sahabatnya Diawal Kerasulannya

Pernikahan Nabi Muhammad S.A.W dengan Siti Khadijah dikaruniai enam orang anak yaitu; dua putra dan empat puteri: Qosim, Abdullah, Zainab, Ruqoyyah, Ummu Kultsum dan Fatimah, kedua puteranya meninggal waktu kecil.

Siti Khadijah adalah termasuk kedalam Assabiqunal Awwalun, karena beliaulah orang yang pertama meyakini dan mengimani kerasulan Nabi Muhammad SA.W, maka Siti Khadijah menjadi Muslimah pertama yang paham juga dengan konsekwensinya yaitu tantangan dan kekejaman kaum kafir Quraisy yang tidak menyukai ajaran yang disampaikan oleh Rasulullah.

Siti Khadijah membaktikan diri dan seluruh harta bendanya untuk kepentingan Islam. Pada saat itu Nabi Muhammad adalah inti persoalan buat kaum kafir Quraisy sehingga tidak luput dari kekejaman dan penghinaan; seperti taburan duri dijalan, lemparan batu, kotoran sampai sampah yang ditujukan untuk mencelakai Rasulullah SAW.

Keluarga dan sahabat Nabi pun tidak luput dari perlakuan kejam kaum kafir Quraisy. Seperti yang terjadi pada diri Sahabat Bilal bin Rabah, seorang budak yang masuk Islam pun tidak lepas dari siksaan majikannya yang kafir yaitu dengan dibuang di tengah padang pasir dan disiksa disiang hari ketika matahari berada pada titik terpanas, diikat di tengah batu besar dan ditimpakan batu besar pula di atasnya.

Mereka mengharapkan kejeraan Bilal bin Rabah untuk kembali ke kepercayaan mereka yaitu menyembah berhala, akan tetapi Bilal bin Rabah menolaknya maka siksaanpun semakin berat yaitu dilempari batu, akan tetapi yang keluar dari mulut Sahabat Bilal bin Rabah hanya Ahad. .Ahad...Ahad... (yang artinya Satu) Sahabat Bilal hanya mempercayai Tuhan Yang Maha Esa.

Beruntung kekejaman kaum kafir terhadap Bilal bin Rabah diketahui oleh Sahabat Abu Bakar yang seorang saudagar yang juga telah masuk Islam, maka ditebuslah Bilal untuk dapat menjadi manusia yang merdeka.

Thursday, 15 October 2015

Apa Hukum Puasa Weton Hari Sabtu ?

Tanya : Bolehkah puasa weton (hari kelahiran) pada hari Sabtu? Saya pernah mendengar, puasa pada hari itu dilarang. Bagaimana bila weton itu bukan Sabtu?

Jawab : Puasa dalam ajaran Islam merupakan salah satu ibadah. Puasa hukumnya bermacam-macam. Ada yang wajib, termasuk rukun Islam, yaitu puasa Ramadhan. Selain Ramadhan, sebagian dianjurkan dan sebagian lagi dilarang.

Puasa weton atau puasa pada hari kelahiran, dalam kenyataannya kurang populer di kalangan kaum muslimin. Terbukti sangat jarang yang menjalankanny. Mereka lebih suka memperingati hari kelahiran dengan bersedekah, seperti mengadakan manakiban, tahlil atau pesta bersama kerabat, teman dekat dan tetangga sekitar.

Ketidak populeran itu kemungkinan besar akibat ketidak jelasan hukumnya. Dalam kitab fiqih, puasa weton tidak atau jarang sekali disinggung. Berbeda dan puasa Senin dan Kamis, misalnya.
Barangkali satu-satunya rujukan dalam masalah ini adalah sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Muslim, yang bersumber dari sahabat Abi Qatadah. Sesungguhnya Rasulullah Saw. ditanya, mengapa beliau berpuasa pada hari Senin. Beliau menjawab, pada hari itu aku dilahirkan, dan hari itu juga wahyu diturunkan kepadaku.

Autentitas hadis tersebut bisa dipertanggug jawabkan, sebab terdapat dalam kitab Shahih Muslim karangan Imam Muslim yang terkenal sangat teliti dan ketat dalam menyeleksi hadis. Hadis itu menginformasikan soal Rasulullah Saw. memperingati hari kelahiran dengan berpuasa.

Kelahiran atau kehidupan merupakan karunia Allah Swt. yang harus disyukuri. Bagi Rasulullah, puasa hari Senin merupakan salah satu ekspresi rasa syukur.

Karena tidak ada perintah dan larangan yang tegas, berdasarkan hadis di atas paling tidak dapat diambil satu kesimpulan, puasa weton boleh-boleh saja dilakukan. Sebab Rasulullah Saw. berpredikat ma‘shum, terjaga dari segala dosa. Kalau beliau pernah melakukan berarti hal itu (puasa weton) tidak dilarang, bisa mubah atau sunah.

Terlepas dari cara yang dipilih, memperingati hari kelahiran mengandung beberapa hal yang positif. Paling tidak, kita diingatkan berapa umur kita. Kesadaran waktu sangat penting untuk merencanakan sebuah kehidupan. Peringatan hari ulang tahun dapat juga menjadi momentum yang tepat untuk melakukan instropeksi (al-muhasabah ‘ala an-nafs) yang diperintahkan agama, kita isi dengan amal apa umur selama ini. Sebetulnya di sinilah nilai pringatan ulang tahun itu. Bukan sekedar hura-hura tanpa arti, apalagi hanya ajang untuk gengsi. Lebih fatal lagi jika dalam pelaksanaannya, larangan dari norma agama diterjang, seperti mengonsumsi minuman keras.

Bagaimana jika puasa weton pada hari Sabtu?
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan hukum puasa hari Sabtu semata, tanpa disambung dengan hari sebeluin atau sesudahnya. Dalam satu hadis Rasulullah Saw. melarangnya, kecuali puasa Ramadhan. Tapi pada hadis lain ditegaskan, beliau sering melakukan puasa pada hari Sabtu dan Ahad yang merupakan hari raya kaum musyrikin. Dengan berpuasa, beliau ingin membedakan diri (mukhalafah) dari mereka, sekaligus untuk memperkuat identitas kaum muslimin. Kedua hadis itu dapat ditemukan, misalnya dalam kitab Bulugh Al-Maram.

Menghadapi dua hadis yang tampak bertentangan ini, sikap ulama berbeda-beda. Sebagian mengatakan hadis pertama dinasakh (dirombak) oleh keberadaan hadis kedua. Konsekuensinya, puasa hari Sabtu dan Ahad tidak dilarang malah dianjurkan dengan alasan sebagaimana tersebut di atas.

Sebagian yang lain berpendapat, yang dilarang (makruh) adalah puasa pada hari Sabtu atau Ahad semata. Kalau disambung dengan hari sebelum atau sesudahnya tidak dilarang, seperti halnya Jumat. Demikian keterangan yang diperoleh dan kitab Subul As-Salam.

Kalau kita mengikuti pendapat pertama, puasa weton hari Sabtu boleh-boleh saja dilakukan. Sebaliknya, menurut pendapat kedua harus disambung dengan hari Jumat atau Ahad. Ketentuan tersebut menyambung dengan hari sebelum atau sesudahnya, juga berlaku untuk hari Jumat dan Ahad.

Imam Nawawi telah membicarakan masalah itu secara panjang lebar dari perspektif berbagai madzhab dalam kitabnya, A1-Majmu’ pada pembahasan puasa. Dalam menyikapi pendapat yang kontradiktif seperti itu, langkah yang terbaik adalah melakukan puasa weton pada hari Sabtu disambung dengan puasa hari Jumat dan Ahad.

Sudah barang tentu puasa weton tidak diperkenankan pada hari-hari yang dtharam-kan yaitu Idul Fitri, Idul Adha dan hari Tasyriq tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah. Dalam fikih ada kaidah, bila ada pertentangan antara perkara halal dan haram, maka diutamakan yang haram. Menghindari larangan lebih diutamakan daripada melaksanakan perintah. Dengan kata lain, kalau sesuatu perbuatan membawa dampak positif dan negatif, sebaiknya tidak usah dikhawatirkan, kecuali lebih banyak positifnya.

Tabir Wanita