Friday 30 September 2016

Apakah Ilmu Sains Itu Bid'ah Menurut Fikih Islam ?

hukum ilmu sins
Tanya : Ada orang berpendapat pengetahuan atau inspirasi tentang hakikat kebenaran yang tidak bersumber dari syariah adalah bid’ah, kekejian atau kemusyrikan. Bagaimana dengan pengetahuan atau inspirasi tentang hakikat kebenaran yang bersumber dari sains, terutama ilmu pengetahuan ? Bukankah ilmu alam dapat memantapkan keimanan manusia tentang adanya Tuhan? (Agung Widiyoutomo, Magelang)

Jawab : Jawaban pertanyaan ini dapat diperoleh dengan memahami aspek-aspek apa saja yang dimuat dalam syariat, dan dengan cara bagaimana kebenaran atau pengetahuan itu didapat. 

Sumber ajaran Islam adalah wahyu yang terbuktikan dalam Al-Quran dan hadis. Ruang lingkup ajaran Islam dapat diketahui dari kedua sumber primer itu. Para pakar telah mengamati dengan seksama terhadap Al-Quran dan hadis menyimpulkan, ajaran Islam secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi beberapa komponen. Yakni akidah (keyakinan atau kredo), ibadah dan akhlak, muamalah, jinayah, siyasah, munakahat, dan lain-lain. 

Sedangkan sumber kebenaran dari pengetahuan minimal ada 3 (tiga). Salah seorang kontemporer, Syaikh Al-Maraghi dalam tafsirnya -yang diberi nama sesuai pengarangnya Al Maraghi- menjelaskan, hidayah Allah diberikan lewat berbagai cara. Di antaranya hidayah diniyyah (petunjuk agama) yang bersumber dari wahyu. Selain itu juga ada hidayah ‘aqliyah, yakni petunjuk atau kebenaran yang diperoleh dengan akal pikiran. Ada pula hidayah inderawi lewat pancaindera.

Kalau hidayah yang pertama hanya dimiliki manusia-manusia tertentu (nabi dan rasul) yang memang telah ditunjuk dan dipilih Allah, maka hidayah kedua dan ketiga bisa dinikmati oleh semua orang yang sehat jasmani dan rohaninya. Selain itu hidayah dapat diperoleh dari mimpi, ilham, kasyf, dan lain-lain. 

Melihat ruang lingkup ajaran Islam dan bervariasinya sumber hidayah (petunjuk) tersebut, dapatlah ditarik kesimpulan tidak semua hal telah dibahas secara tuntas dalam Al-Quran dan hadis, misalnya sains dan teknologi. Syariat -atau lebih tepatnya Al Quran dan hadis- sebagai sumber kebenaran adalah benar tetapi tidak satu-satunya. 

Manusia dengan akal pikirannya mampu menemukan kebenaran. Namun perlu disadari tidak semua masalah mampu dipecahkan dengan akal semata. Bagaimanapun juga kapasitas akal ada batasnya. Sejarah ilmu pengetahuan dan filsafat membuktikan hal itu. Berapa banyak ilmuwan dan fiosof yang pendapatnya saling bertentangan. 

Selain itu banyak teori yang secara mapan dianut banyak orang, suatu ketika dikritik bahkan dibatalkan generasi sesudahnya. Pendapat seseorang dalam masalah yang sama sering berubah-ubah dan tidak bertentangan sesuai dengan perkembangan informasi dan kematangan intelektualnya. 

Karena itu, benarlah pendapat yang menyatakan, akal itu laksana timbangan emas. Pendapat tersebut mengisyaratkan tidak semua masalah bisa diatasi dengan bantuan alat, sebagaimana tidak semua benda dapat diketahui beratnya dengan timbangan emas.

Berangkat dari itulah dengan sifat rahman dan rahim-Nya, Allah menurunkan wahyu kepada nabi dan rasul untuk menjelaskan perkara-perkara yang sama sekali di luar akal (fauq al-’aql) atau dapat dicapai dengan akal, tetapi prosesnya membutuhkan waktu yang sangat panjang. Padahal informasi tentang hal itu sangat urgen (penting) untuk diketahui, misalnya informasi tentang Tuhan, metafisika, akhirat dan moral.

Berangkat dari kenyataan tersebut, dalam menyikapi suatu perkara kita mesti merujuk pada tiap-tiap sumbernya. Harus diadakan pemilahan antara bidang agama dan bidang akal. Dalam masalah-masalah yang memang menjadi otoritas agama, sudah tentu harus kembali kepada sumbernya, yaitu Al-Quran dan hadis. 

Demikian halnya, jika masalah tersebut termasuk dalam wilayah akal pikiran, kita dipersilahkan mendayagunakannya semaksimal mungkin. Intinya pada bidang agama sumbernya Al-Quran dan hadis. Dalam masalah duniawi termasuk di dalamnya sains dan ilmu pengetahuan adalah akal. 

Rasulullah Saw. Bersabda :
Artinya: “Kalian lebih mengetahui urusan duniamu sendiri.”

Jelas sekali, Rasulullah dalam masalah duniawi menyerahkan sepenuhnya kepada manusia dengan catatan tidak menyimpang dari syariat Islam. 

Berkaitan dengan ilmu pengetahuan, Islam merupakan agama yang paling menghargai akal pikiran. Banyak ayat Al-Quran yang memerintahkan umatnya berpikir, dan bersikap kritis serta melarang taklid. 

Demikian pula halnya dengan hadis, Islam meninggikan derajat para ulama atau ilmuwan, dan memerintahkan umatnya mencari ilmu, baik ilmu agama maupun non agama yang bermanfaat bagi kehidupan. Dalam satu hadisnya Rasulullah Saw. menyuruh mencari ilmu walaupun sampai ke negeri Cina. Padahal Cina saat itu terkenal dengan industrinya, bukan pusat kajian agama. 

Memang dijumpai sejumlah ayat dalam Al-Quran yang membicarakan ilmu pengetahuan, misalnya, proses terciptanya alam semesta, tahapan-tahapan perkembangan janin, berputarnya bumi pada porosnya, madu mengandung obat dan lain-lain. Namun bukan berarti Al-Quran merupakan buku ensikiopedia ilmu pengetahuan yang memuat informasi yang mendetail tentang sains. 

Al-Quran adalah petunjuk bagi seluruh manusia untuk menggapai keselamatan di dunia dan akhirat. Al-Quran dengan menyinggung beberapa fenomena ilmiah, dimaksudkan untuk menunjukkan kebesaran Allah dan membuktikan Dia adalah pencipta alam semesta ini.

Bukankah setiap pencipta mengetahui proses dari karakter ciptaannya ? Lebih dari itu Al-Quran ingin menandaskan tidak ada pertentangan antara ayat Quraniyah dan ayat kauniyah, atau antara agama di satu pihak dan ilmu pengetahuan di pihak lain. Sebab keduanya berasal dari sumber yang sama, yaitu Allah Swt.

Ilmu pengetahuan diperoleh manusia lewat pengamatan dan penyelidikan terhadap alam semesta, dengan kernampuan akal dan inderanya. Sebagai bukti, bangsa-bangsa yang maju dalam sains justru tidak pernah membaca Al-Quran dan hadis, sumber syariat.

Dengan demikian, sains dan ilmu pengetahuan yang bersumber dari akal pikiran dan pengamatan indera bukanlah bid’ah, atau kemusyrikan dan kekufuran. Bahkan sains dan ilmu pengetahuan diperintahkan Allah untuk dipelajari dan dikembangkan, karena berguna untuk meningkatkan kualitas hidup manusia sekaligus dapat mempertebal iman. Sebab ada sebagian kebesaran Allah yang hanya dapat diketahui lewat ayat-ayat-Nya. Ayat-ayat (tanda-tanda) itu ada yang berupa tulisan, tetapi ada pula yang berwujud hukum-hukum alam atau sunnatullah.

0 komentar:

Post a Comment

Tabir Wanita