Untuk menghindarkan aniaya dan kekejaman kaum Quraisy, Nabi memilih rumah seorang pengikutnya yang bernama Arqam, sebagai tempat berkumpul dan beribadah karena sampai saat itu, orang-orang Islam belum mau melakukan ibadah secara terang-terangan.
Setelah Islam mencapai usia genap enam tahun, keadaan menjadi berubah. Pada tahun itu, dua orang pemuka bangsa Arab yang disegani orang, memeluk Islam. Mereka adalah Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Nabi sendiri, dan Umar bin Khaththab.
Hamzah, saudara dari ayah Nabi, adalah seorang yang mulia dan berani, Menurut suatu riwayat diceritakan bahwa, pada suatu hari, Abu Jahal melihat Nabi seorang diri sedang beristirahat di bukit Shafa. Dengan terburu-buru, Abu Jahal menghampiri Nabi yang sedang berbaring-baring di sana. Abu Jahal memaki Nabi dengan sepuas hatinya. Nabi berpura-pura tidak mendengarnya dan dibiarkannya Abu Jahal mengoceh sendirian.
Peristiwa ini dilihat oleh seorang perempuan. Perempuan itu merasa benci terhadap Abu Jahal yang memaki-maki Nabi. Dengan segera, perempuan itu mengadu kepada Hamzah, paman Nabi yang saat itu kebetulan baru pulang berburu. Bahkan, busur panahnya masih tersandang di atas pundaknya. Langkahnya yang tegap dan gagah itu, sesuai dengan orangnya yang berani dan tegas dalam tindakan.
Mendengar cerita dari perempuan tersebut, seketika itu juga, Hamzah pergi menuju Ka’bah, dengan rasa marah yang sangat. Sesampai di Ka’bah, tanpa berbicara apa-apa, Hamzah langsung memukulkan busur panahnya ke kepala Abu Jahal sehingga kepalanya berlumuran darah. Pada saat itu juga, di hadapan Abu Jahal dan kawan-kawannya, Hamzah telah menyatakan dirinya bahwa ia telah masuk Islam.
Tidak lama setelah Hamzah masuk Islam, Umar bin Khaththab menyusul masuk Islam. Ia adalah pemuda yang gagah perkasa, berusia antara 30-35 tahun. Tubuhnya tegap dan kuat. Umar adalah seorang pemuka Quraisy yang terkenal sangat keras, tegas, dan cepat emosi. Ia sangat suka berfoya-foya dan minum-minuman keras. Namun terhadap keluarganya, ia bijaksana dan lemah lembut. Dari kalangan Quraisy, dialah yang terkenal paling keras memusuhi kaum muslimin.
Kini, dua pemuka dan pahlawan Quraisy yang terkenal gagah berani, yaitu Hamzah bin Abdul Muththalib dan Umar bin Khaththab, masuk Islam, sekaligus memperkuat barisan Islam. Keduanya terkenal sebagai singa-singa padang pasir, yang sama hebatnya sebelum dan sesudah memeluk Islam. Sebelumnya, mereka hebat melawan Islam dan kini hebat membela Islam.
Diceritakan bahwa pada saat-saat terakhir sebelum masuk Islam, Umar bin Khaththab telah bertekad akan menghabisi Nabi dengan pedangnya. Saat itu, Muhammad sedang berkumpul dengan sahabat-sahabatnya yang tidak ikut berhijrah, di sebuah rumah, di Shafa. Sahabat yang berkumpul di antaranya adalah Hamzah (paman Nabi), Ali bin Abu Thalib (sepupunya), Abu Bakar bin Abi Quhafa dan sahabat-sahabat lainnya.
Pertemuan tersebut ternyata diketahui oleh Umar. Ia pun pergi ke tempat mereka berkumpul dengan satu tujuan, menghabisi nyawa Nabi. Namun demikian, di tengah perjalanan, ia mendengar berita dari Nu’aim bin Abdillah, bahwa adik kandungnya sendiri, yaitu Fatimah binti Khaththab bersama suaminya telah masuk Islam.
Mendengar berita itu Umar semakin marah. Ia segera pergi ke rurnah adiknya terlebih dahulu untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan adiknya sebelum membunuh Muhammad.
Sesampainya di tempat adiknya, di tempat itu pula ia mendengar ada orang yang membaca Al-Qur’an. Setelah mereka merasa ada orang yang mendekati, orang yang membaca Al-Qur’an itu sembunyi dan Fatimah menyembunyikan kitabnya. Umar masuk ke dalam rumah seraya sertanya, “Aku mendengar suara bisik-bisik. Apa itu?”
Karena mereka bungkam, Umar membentak dengan suara keras, “Aku sudah mendengar bahwa kamu telah menjadi pengikut Muhammad dan menganut agamanya!” katanya sambil menghantam Sa’id (iparnya) keras-keras.
Fatirnah yang berusaha hendak melindungi suaminya, juga mendapat pukulan keras. Suami-istri ini menjadi panas hatinya.
Keduanya menjawab secara terus terang, “Ya, kami sudah masuk Islam! Sekarang, lakukan apa saja yang kau kehendaki!”
Mendengar jawaban adiknya itu serta darah yang mengalir di mukanya, Umar jadi tertegun. Rasa penyesalan terbayang di wajahnya. Ia meminta lembaran ayat Al Qur’an yang mereka baca. Semula mereka menolak, tapi akhirnya mereka memberikan juga. Air muka Umar berubah begitu ia membaca ayat-ayat Al-Qur’an. Ayat-ayat Al-Qur’an itu berbunyi :
“Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah, tetapi Peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi. (Yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas Arasy. Kepunyaan-Nyalah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah.” (Thaha [201]: 1-6)
Setelah membaca ayat tersebut, bergetarlah hati Umar. Ada sesuatu yang sangat agung yang ia rasakan. Ada seruan yang sangat luhur. Sikap Umar menjadi bijaksana. Tak lama kemudian, Umar yang beriman dan menyatakan keislamannya di hadapan Nabi. Nabi menyambutnya dengan gembira seraya menyatakan, “Allahu Akbar,” kemudian dibarengi oleh seluruh pengikutnya yang hadir pada saat itu.