Tanya : Hewan apa sajakah yang dapat digunakan untuk berqurban dan bolehkan orang yang berqurban memakan dagingnya? Sekarang ini saya melihat bahwa banyak orang-orang yang menjual anggota tertentu dari hewan qurban semisal kulit, boleh apa tidak Kiai? (Nursalaim A’la, Wonokromo)
Jawab : Qurban dalam terminologi fikih sering disebut dengan udhhiyyah, yaitu menyembelih hewan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. mulai terbitnya matahari pada hari raya Idul Adha (yaum an-nahr) sampai tenggelamnya matahari di akhir hari tasyrik yaitu hari tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah.
Berqurban sangat dianjurkan bagi orang orang yang mampu karena qurban memiliki status hukum sunnah muakkadah, kecuali kalau berqurban itu sudah dinadzarkan sebelumnya, maka status hukumnya menjadi wajib. Anjuran berqurban banyak disebutkan dalam hadis di antaranya yang diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah bahwa tidak ada amal anak manusia pada hari nahr yang lebih dicintai Allah melebihi mengalirkan darah (menyembelih qurban). Sebelum anjuran itu dalam Al-Quran, Allah Swt. juga sudah menganjurkan hamba hamba-Nya untuk barqurban. Pesan ini termaktub dalam Al-Quran sebagai berikut:
Jawab : Qurban dalam terminologi fikih sering disebut dengan udhhiyyah, yaitu menyembelih hewan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. mulai terbitnya matahari pada hari raya Idul Adha (yaum an-nahr) sampai tenggelamnya matahari di akhir hari tasyrik yaitu hari tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah.
Berqurban sangat dianjurkan bagi orang orang yang mampu karena qurban memiliki status hukum sunnah muakkadah, kecuali kalau berqurban itu sudah dinadzarkan sebelumnya, maka status hukumnya menjadi wajib. Anjuran berqurban banyak disebutkan dalam hadis di antaranya yang diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah bahwa tidak ada amal anak manusia pada hari nahr yang lebih dicintai Allah melebihi mengalirkan darah (menyembelih qurban). Sebelum anjuran itu dalam Al-Quran, Allah Swt. juga sudah menganjurkan hamba hamba-Nya untuk barqurban. Pesan ini termaktub dalam Al-Quran sebagai berikut:
Artinya: “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah.”(QS. Al-Kautsar: 2)
Berqurban merupakan ibadah yang muqayyadah, karena itu pelaksanaannya diatur dengan syarat dan rukunnya. Tidak semua hewan dapat digunakan dalam arti sah untuk berqurban. Hewan yang sah untuk berqurban hanya meliputi an‘am saja yaitu sapi, kerbau, onta, domba atau kambmg, dengan syarat bahwa hewan-hewan tersebut tidak menyandang cacat, gila, sakit, buta, buntung, kurus sampai tidak berdaging atau pincang. Cacat berupa kehilangan tanduk, tidak menjadikan masalah sepanjang tidak merusak pada daging.
Dalam praktiknya, berqurban dapat dilaksanakan secara pribadi atau orang perorang dan dapat pula secara berkelompok. Setiap 7 (tujuh) orang dengan seekor sapi atau kerbau atau onta. Ketentuan ini didasarkan pada sebuah hadis dan shahabat Jabir sebagai berikut:
Artinya: “Nabi memerintahkan kepada kami berqurban satu unta atau satu sapi untuk setiap tujuh orang drin kami.” (Muttafaq‘alaih)
Adapun qurban kambing hanya dapat mencukupi untuk qurban bagi seorang saja. (Al-Iqna 277-278). (baca juga : hukum patungan membeli hewan qurban)
Berdasarkan perbedaan status hukumnya antara sunah dan wajib, distribusi daging qurban sedikit berbeda. Bagi mereka yang berqurban, boleh bahkan disunahkan untuk ikut memakan daging qurbannya, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran sebagai berikut:
Artinya: “Dan makanlah sebagian daripadanya (an‘am) dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orag yang sengsara lagi faqir. “ (QS. A1-Hajj: 28)
Begitu pula yang diceritakan dalam hadis bahwa Rasulullah memakan hati hewan qurbannya. Ketentuan diperbolehkan mengambil bgian dari hewan qurban adalah 1/3 dari hewan qurban. Adapun bagi mereka Yang berqurban karena wajib dalam hal ini nadzar, maka tidak boleh atau haram memakan dagingnya. Apabila dia memakannya maka wajib mengganti sesuatu yang telah dimakan dari qurbannya.
Lalu bagaimana kalau salah satu bagian hewan qurban itu dijual? Pada prinsipnya qurban adalah sedekah yang diperuntukkan bagi kaum dhu’afa, fakir miskin secara cuma-cuma. Karena itu, pemanfaatannya juga tidak boleh keluar dari batas-batas itu termasuk di dalamnya menjual anggota qurban. Dalam kitab Iqna’ disebutkan bahwa tidak diperkenankan menjual sesuatu dari hewan qurban berdasar pada sebuah hadis riwayat Hakim sebagaimana berikut ini:
Artinya: “Barangsiapa menjual kulit qurbannya, maka tidak ada qurban baginya.” (HR. Hakim)
Ini berarti penyembelihan itu hanya menjadi sedekah biasa tanpa mendapatkan keutamaan besar dari qurban. Tapi boleh bagi yang berqurban untuk mengambil kulitnya untuk dimanfaatkan menjadi sandal, sepatu, tempat air dan sebagainya. Namun demikian tetap saja tidak boleh dijual bahkan dianjurkan menyedekahkannya karena lebih utama. Tidak diperkenankan pula membayar tukang menyembelih hewan dengan bagian dari hewan qurban sebagai upah, semisal membayar tukang jagal dengan kulit qurban, kepala dan kakinya. (baca juga : cara menyembelih dan memotong hewan)
Daging qurban disyaratkan untuk dibagikan kepada fakir miskin dalam keadaan masih mentah atau tidak berupa masakan. Ketentuan ini mengandung maksud agar fakir miskin dapat secara bebas mentasharufkannya, apakah itu untuk dimasak sendiri ataukah untuk dijual karena pada dasarnya daging itu adalah hak mereka.
Sumber :
Buku Dialog Dengan Kiyai Sahal Mahfudh (Solusi Problematika Umat)