Saturday 26 September 2015

Beriman Bahwa Allah Itu Ada (Wujud)

Kita wajib percaya bahwa Allah itu ada (Wujuud). Wujuud artinya “Ada” maka mustahil “Tiada”.

Dalilnya : Allah Ta’ala berfirman:
Artinya: “Dia-lah Allah yang menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Boqarah:29)

Allah memang gaib, yaitu tidak tampak oleh penglihatan makhluk, tetapi Allah itu ada. Keberadaan-Nya dapat kita rasakan dengan melihat segala sesuatu yang terjadi di alam ini. Jika kita melihat planet-planet yang bergerak mengelilingi matahari secara teratur, tidak mungkin planet-planet itu bergerak dengan sendirinya. Ia bisa bergerak dengan teratur karena memang ada yang menggerakkannya. Meski kita tidak melihat yang menggerakkannya, namun kita yakin ada kekuatan besar yang menggerakkannya. Manusia tidak mungkin menggerakkannya. Lalu siapa lagi yang bisa menggerakkannya kalau bukan Allah yang Maha Kuasa. Oleh karena itu, meskipun kita tidak dapat melihat Allah, tetapi kita bisa merasakan Allah itu ada.

Semua makhluk tidak mungkin tercipta secara kebetulan karena setiap yang diciptakan pasti mebutuhkan pencipta. Adanya makhluk-makhluk itu di atas undang-undang yang indah, tersusun rapi, dan saling terkait dengan erat antara sebab-musababnya dan antara alam semesta satu sama lainnya. Semua itu sama sekali menolak keberadaan seluruh makhluk secara kebetulan, karena sesuatu yang ada secara kebetulan, pada awalnya pasti tidak teratur.

Kalau makhluk tidak dapat menciptakan diri sendiri, dan tercipta secara kebetulan, maka jelaslah, makhluk-makhluk itu ada yang menciptakan, yatu Allah Robb semesta alam.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyebutkan dalil aqli (akal) dan dalil qath’i dalam surat Ath Thuur:
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?” (Ath Thuur: 35)

Dari ayat di atas tampak bahwa makhluk tidak diciptakan tanpa pencipta, dan makhluk tidak menciptakan diriinya sendiri. Jadi jelaslah, yang menciptakan makhluk adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ketika Jubair bin Muth’im mendengar dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang tengah membaca surat Ath Thuur dan sampai kepada ayat-ayat “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun, ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendini)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Robbmu atau merekakah yang berkuasa” (Ath Thuur: 35-37)

Ia, yang tatkala itu masih musynik berkata, “Hatiku hampir saja terbang. Itulah permulaan menetapnya keimanan dalam hatiku.” (HR. Al-Bukhari)

Kalimat Tayyibah

Kalimat thayyibah merupakan kalimat atau ucapan yang kita ucapkan ketika kita mendengar atau mengalami kejadian menyenangkan, musibah ataupun kesulitan. Sehingga kita terbiasa mengucapkan kalimat thayyibah dalam keadaan apapun.

Dalam Al-Quran surat Ibrahim Allah memberikan perumpamaan tentang kalimat thayyibah dengan perumpamaan sebuah pohon “Tidakkah kamu memahami bahwa Allah telah menggelar perumpamaan “Kalimat Thayyibah” itu seperti “Syajarah Thayyibah”. Akarnya kokoh dan puncaknya di langit. Ia memberikan manfaatnya setiap saat, dan Allah menggelar perumpamaan itu bagi manusia, agar mereka mengambil pelajaran”.

Firman Allah SWT :
Artinya : “Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu inqat. (QS. Ibrahim 14 : 25).

Kalimat thayyibah mengandung arti kalimat-kalimat yang baik yang berisi tentang ungkapan zikir kepada Allah. Karakteristik kalimat thoyyibah sebagaimana dalam surat Ibrahim di atas mengandung tiga unsur pokok yaitu: Pokok (akar)nya terhunjam kokoh di bumi, Puncaknya di langit, mendatangkan manfaat setiap saat, sepanjang waktu. “Dan sebutlah nama Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dari rasa takut, dan dengan tidak meninggikan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.”

Firman Allah SWT :
Artinya : “Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dari rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang lalai.” (QS. 7:205 )

Kalimat Ta’awudz


Kalimat thayyibah salah satunya adalah ta’awudz. Kalimat ta’awudz adalah kalimat untuk memohon perlindungan kepada Allah SWT dari godaan dan rayuan setan untuk melakukan hal yang dilarang Allah.

Lafaz kalimat ta’awudz adalah sebagai berikut:

Audzu billahi minasyyaitoni rojim” yang artinya “Aku benlindung kepada Allah dari godaan Syetan yang terkutuk

Ta’awudz biasa dibaca ketika kita sedang merasa ketakutan. Karena syaitan selalu menggoda manusia, sehingga kita diperintahkan untuk selalu memohon perlindungan Allah dari godaan syaitan.

Tujuan mengucapkan kalimat ta’awuz adalah untuk menghindarkani diri dari godaan setan dari setiap amal perbuatan yang dilakukan. Untuk itu mengapa kita harus meminta pertolongan Allah SWT dari godaan setan yang terkutuk.

Untuk itu kita harus selalu memohon pertolongan dan perlindungan Allah SWT. Melafazkan kalimat taawudz ini agar kita selamat dari rasa ketakutan tersebut.

Apakah kamu masih ingat kisah Nabi Adam AS yang dikeluarkan dari surga oleh Allah SWT? Allah SWT mengeluarkan Nabi Adam AS dan Hawa karena mereka melanggar larangan Allah SWT.

Firman Allah SWT :
Artinya: “Dan jika setan mengganggumu dengan suatu godaan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Fushshilat: 36)

Allah SWT melarang mereka memakan buah khuldi. Tetapi karena godaan setan begitu kuat, keimanan mereka goyah. Mereka berdua memakan buah itu. Akibatnya Allah SWT menurunkan mereka dari surga ke bumi dalam keadaan terpisah satu sama lain. ltulah akibat dari godaan setan yang tenkutuk.

Setan mulai mengganggu manusia sejak Allah SWT mengusirnya dari surga. Allah SWT mengusir setan dari surga karena setan menolak untuk menyembah Nabi Adam AS. Dengan kesombongannya, setan merasa bahwa ia lebih mulia dari Adam. Setan sakit hati karena Allah SWT mengusirnya dari surga. Kanena itulah ia meminta kepada Allah SWT agar umurnya diperpanjang sampai hari kiamat nanti. Setan bersumpah akan menggoda Adam dan keturunannya. Karena itulah, kita harus senantia memohon perlindungan Allah SWT dari godaan setan.

Kalimat Ta awudz biasa kita lakukan ketika kita memulai membaca Al-Qur’an. Oleh karena itulah, kita senantiasa memohon perlindunagn Allah SWT dari godaan setan.

Firman Allah SWT :
Artinya : “Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk. (Q.S. An-Nahl : 98)

Waktu tepat untuk membaca Ta’awudz yaitu :
  1. Ketika mulai membaca Al-Qur’an, setiap hari kita membaca Al Qur’an, maka terlebih dahulu kita membaca ta’awudz.
  2. Sebelum mendirikan salat. Shalat adalah rukun islam yang wajib, kita selalu memulai melakukan shalat dengan membaca ta’awudz.
  3. Ketika melewati tempat-tempat yang menyeramkan, misalnya hutan, gua, atau kuburan.
  4. Ketika melakukan kegiatan lain. Selain ketika beribadah, kita dianjurkan memohon perlindungan kepada Alllah SWT dan godaan setan. Agar semua kegiatan yang kita lakukan tidak keluar dari aturan agama Islam.

Wednesday 23 September 2015

Cara Menyembelih Dan Memotong Hewan

Tanya : Saya menyembelih dengan membaca basmalah, shalawat, dan tasyahud. Apakah cara ini sudah benar?

Jawab : Kita umat Islam, dalam kehidupan sehari-hari sudah sangat terbiasa dengan penyembelihan binatang, seperti ayam, kambing, kerbau dan lain-lain. Dalam rangka penyelenggaraan walimah al-urus, aqiqah (Jawa: kekah) anak yang baru lahir, menunaikan qurban, atau untuk keperluan konsumsi.

Islam memandang seluruh alam semesta diciptakan Allah untuk kepentingan umat manusia, agar mampu mempertahankan hidupnya. Bumi yang kita tempati dapat mencukupi kebutuhan manusia. Kalau ada kelaparan, hal itu lebih dikarenakan ketidakmampuan atau ketidakmauan mengolah, atau distribusi yang kurang merata. (baca juga : persoalan seputar qurban)

Oleh karena itu para ulama ushul fikih menetapkan satu kaidah, segala sesuatu yang bermanfaat dan tidak berdampak negatif, pada dasarnya halal dikonsumsi “al-ashl fi ma yanfa’ al-hill’, kecuali terhadap dalil dari Al-Quran atau hadis yang melarang. Dengan demikian, kita mengenal pembagian dan pemilahan antara yang halal dan haram.

Salah satu sebab mengapa suatu benda (hewan atau benda mati) diharamkan, adalah karena najis, misalnya bangkai (mayat). Bangkai adalah hewan yang mati tanpa proses penyembelihan secara syar’i. Dengan demikian, hewan yang halal tidak boleh dikonsumsi atau dimasak sebelum lebih dahulu disembelih.

Kita tidak boleh memotong salah satu bagian kambing (misalnya bagian kaki) lalu memasaknya. Karena anggota atau bagian yang diambil dari binatang yang masib hidup dihukumi bangkai. Di sinilah urgensi pengetahuan mengenai tata cara penyembelihan yang benar bagi kaum muslimin. 

Penyembelihan hanya diperuntukkan bagi hewan-hewan yang halal. Penyembelihan hewan yang diharamkan seperti anjing atau babi tidak dapat membuatnya halal.

Penyembelihan tidak sekadar bertujuan membunuh binatang. Meski setiap sembelihan secara syar’i berakhir dengan kematian, ada aturan-aturan yang harus dipenuhi yang menyangkut siapa, dengan apa, dan bagaimana penyembelihan dilakukan.

Penyembelihan dilakukan oleh orang Islam dengan semua benda tajam yang bisa mengalirkan darah selain kuku dan gig.

Artinya: “Suatu benda (yang dipergunakan untuk menyembelih) yang dapat menumpahkan darah dan menyebut nama Allah (ketika menyembelih), maka makanlah kamu (hewan sembelihan itu). Tidak gigi dan kuku. Adapun gigi itu sejenis tulang dan kuku itu pemotong orang Habsyi (kafir).” (Muttafaq alaih)

Mengenai caranya, terdapat perbedaan di kalangan utama. Dalam hal ini ada 3 (tiga) organ leher yang perlu diperhatikan, yaitu mari (jalan makanan dan minuman), khulqum (jalan nafas), dan wadajain (jiwa otot yang mengapit marl dan khulqum).

Imam Malik berpendapat khulqum dan wadajain harus dipotong. Imam Syafi’i berpendapat, yang harus dipotong adalah khulqum dan mari, sedangkan wadajain hanya sunah belaka. Berbeda pula pendapat Imam Abu Hanifah. Menurut beliau yang dipotong adalah khulqum, mari, dan salah satu wadajain.

Berdasarkan kaidah al khuruj min al-khilaf, mustahab, yang terbaik adalah memotong semuanya, ‘khulqum, mari, dan wadajain. Sengaja ketiga organ itu yang dipilih, karena dapat mempercepat kematian sehingga penderitaan hewan saat disembelih tidak terlalu lama dan lebih mempermudah keluarnya darah dari tubuhnya. Dan dalam kaitan ini Rasulullah memerintahkan agar pisau yang digunakan diasah terlebih dahulu. Demikian halnya dengan pembacaan basmalah, wajib menurut Abu Hanifah kecuali lupa. Sementara Imam Syafi’i cenderung menganggapnya sunah (Mizan Al-Kubra).

Dalam surat Al-An’am ayat 118, Allah berfirman:
Artinya: “Maka makanlah olehmu (hewan) yang disembelih dengan nama Allah.” (QS. A1-An’am: 118)

Lalu dilanjutkan pada ayat 121:

Artinya: “Dan janganlah kamu makan hewan yang disembelih tanpa menyebut nama Allah, sungguh yang demikian itu adalah fasik. “(QS. A1-An’am: 121)

Kedua ayat tersebut diperkuat hadis dan sahabat Adiy Ibn Hatim yang mengatakan Rasulullah pernah bersabda:

Artinya: “Kalau kamu melepaskan anjing buruanmu maka sebutlah nama Allah.” (Muttafaq ‘alaih)


Hadis itu cukup panjang dan masih ada terusannya, dan bisa kita dapatkan, misalnya dalam kitab Bulugh Al-Maram yang banyak dipakai oleh madrasah-madrasah Tsanawiyah maupun Aliyah. (baca juga : hukum patungan membeli hewan qurban)

Dalam kedua ayat dan hadis tersebut ada perintah menyebut nama Allah ketika menyembelih dan melepaskan anjing buruan kita. Perbedaan pendapat bermula dari tiadanya kesepakatan dalam menilai, apakah perintah tersebut wajib (li al-lbahah jam’u al-jawami’). Di samping itu perbedaan dapat pula timbul dari penafsirannya yang berbeda terhadap ayat di atas. (Tafsir Ash-Shawi).

Dalam Madzhab Syafi’i, selain membaca basmalah juga dianjurkan membaca shalawat. Adapun mengucapkan tasyahud dalam kitab-kitab fikih Madzhab Syafi’i, sepengetahuan penulis tidak ada keterangan yang menganjurkan.

Dengan demikian, menyembelih dengan membaca basmalah dan shalawat asal memenuhi syarat-syarat di atas -dengan memotong khulqum dan mari, menurut Madzhab Syafi’i- sudah benar. Tasyahud tidak perlu diucapkan. Kalau diucapkan tidak berpengaruh pada keluhan hewan yang kita sembelih.


Sumber :
Buku Dialog Dengan Kiyai Sahal Mahfudh (Solusi Problematika Umat)

Bolehkah Patungan Membeli Hewan Qurban ?

Tanya : Seperti kita maklumi bersama, harga seekor sapi jutaan rupiah. Apalagi yang besar dan gemuk. Karena itu, saya mempunyai gagasan membeli sapi bersama-sama dengan orang lain secara patungan. Pertanyaan saya, apakah hal itu dperbolehkan?  (Muntafi’un, Demak)

Jawab : Bulan Dzulhijjah termasuk bulan istimewa. Paling tidak terdapat dua alasan. Pertama, pada bulan itu terdapat Idu Adha. Kedua, di dalamnya pula ibadah haji, rukun Islam kelima ditunaikan. Idul Adha yang jatuh pada tanggal 10 Zulluijjah, tidak dapat dilepaskan dari ibadah Qurban, yakni penyembelihan hewan dalam rangka beribadah kepada Allah sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat-nikmat-Nya. Istilah qurban diambil dan bahasa Arab al-qurban, yang secara harfiah mempunyai arti “dekat”. Sebab dengan penyembelihan hewan qurban, seseorang berusaha mendekatkan diri pada Allah.

Perintah berqurban dijumpai dalam A1-Qur’an, surat Al-Kautsar, ayat 2, yang berbunyi, “Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berqurbanlah”.

Di samping itu, banyak hadis yang menjelaskan berbagai aspek tentang qurban. Berkurban hukumnya sunat muakkad. Sehingga sangat dianjurkan orang-orang yang secara ekonomi mampu membeli hewan kurban (Madzahib Al-Arba’ah, I, h. 717). Qurban merupakan salah satu mibadah sosial (al-’ibadahal-ijtima’iyah), yang manfaatnya tidak terbatas pada pelakunya. (baca juga : persoalan seputar qurban)

Di sinilah letak nilai lebih ibadah qurban dibandingkan dengan ibadah lain yang bersifat individual (al-’ibadah asy-syakhshiyah).

Tidak semua hewan dapat dijadikan qurban. Pertama-tama, hewan tersebut halal dimakan. Hewan yang halal banyak jenisnya Tetapi yang sah untuk berqurban menurut para ulama, terbas pada tiga jenis, yaitu unta, sapi/kerbau, dan kambing.

Itu pun masih ditamhah persyaratan mencapai umur minimal. Unta paling tidak harus berumur lima tahun. Sapi/kerbau berumur dua tahun. Kambing domba (adh dha‘n) telah berumur satu tahun. Kambing kacang (al-ma’z) paling tidak sudah genap berumur dua tahun. (Al-Madzahib Al-Arba’ah, I,h.71)

Selain itu, hewan qurban harus bebas dari cacat/penyakit yang dapat mengurangi daging. Tidak cukup berqurban dengan hewan yang buta, pincang, sangat kurus, sakit, dan lain-lain.

Ketentuan ini sepenuhnya bisa dimaklumi. Hewan yang sakit, di samping dagingnya kadangkala berbahaya bagi kesehatan, pada umumnya badannya kurus karena tidak tumbuh secara normal. Begitu juga hewan yang pincang dan buta.

Sedangkan hewan yang terlalu kurus, dagingnya sedikit. Padahal qurban dimaksudkan oleh Allah sebagai suguhan (dhiyafah) kepada hamba-hamba-Nya. (Madzahib A1-Arba’ah, I, h. 719).

Dan ketiga jenis di atas, unta yang paling utama. Disusul sapii kerbau dan kambing. Tetapi tujuh ekor kambing untuk satu orang masih lebih baik daripada seekor unta. Urutan ini berdasarkan jumlah daging yang dimiliki.

Unta lebih besar daripada sapi. Sapi lebih besar daripada kambing. Dengan pertimbangan yang sama, hewan yang gemuk lebih diutamakan danpada yang kurang gemuk. (Majmu’. VIII, h. 395)

Skala prioritas tersebut sejalan dengan salah satu kaidah fiqh yang berbunyi “al-muta’addiy afdhal min al-qashir” (ibadah yang dirasakan manfaatnya oleh orang banyak lebih utama daripada ibadah yang dirasakan oleh sedikit atau satu orang). Hewan yang lebih besar atau gemuk, dagingnya dapat dirasakan oleh lebih banyak orang.

Manusia dalam masalah rezeki tentu saja berbeda-beda. Mengingat harga sapi relatif lebih mahal dan tidak terjangkau bagi kalangan tertentu, terlontar ide untuk membelinya secara patungan (al-isytirak) dengan orang lain. Menurut kitab-kitab fiqh Madzhab Syafi’i, Hanafi, dan Hanbali, tindakan ini diperbolehkan asalkan pesertanya tidak melebihi tujuh orang (Al-Majmu’, VIII, h. 398, Madzahib I, h. 721, Mausu’ah Al-Ijma I, h. 107)

Dalam satu hadis dari sahabat Jabir Ibnu Abdillah, beliau berkata: “Kami menyembelih bersama Rasulullah SAW. pada tahun Hudaibiyah, seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang”. (Subul As-Salam, IV, h. 95). Dalam hadis lain, Rasulullah SAW. bersabda: “Seekor unta untuk mencukupi tujuh orang dan seekor sapi mencukupi tujuh orang”.(Mausuah Al-Fiqh A-Islàmi; XIII, h. 330). Imam Al-Baihaqi, Sahabat Ali, Hudzaifah, Abi Mas’ud Al-Anshari, dan Aisyah juga berpendapat bahwa seekor sapi cukup untuk tujuh orang. (Majmu’, VIII, h. 399)

Dengan demikian, dapat saja tujuh orang sepakat membeli seekor sapi untuk keperluan qurban dan harganya ditanggung bersama, setiap orang membayar sepertujuh dari harga. Bahkan menurut madzhab Syafi’i, ketujuh orang terebut tidak disyaratkan berniat melakuakan qurban semua.

Jadi tidak tertutup kemungkinan, tiga dari mereka ikut patungan membeli sapi untuk keperluan konsumsi bukan berqurban.(baca juga : cara menyembelih dan memotong hewan)

Sehingga setelah disembelih, ketiganya mengambil bagian masing-masing, baru sisanya yang menjadi bagian empat orang menjadi daging qurban sesuai dengan niatnya semula.

Meskipun tujuh orang berqurban dengan seekor unta atau sapi secara patungan diperkenankan, para ulama berpendapat, satu orang berqurban seekor kambing lebih utama. (Majmu VIII, h. 395)

Kalau seekor sapi sudah mencukupi buat qurban tujuh orang, seekor kambing hanya untuk satu orang. Maka tidak boleh dua orang secara patungan membeli seekor kambing untuk berqurban bersama-sama. Sebab, tidak terdapat dalil yang memperbolehkan.


Sumber :
Buku Dialog Dengan Kiyai Sahal Mahfudh (Solusi Problematika Umat)

Persoalan Seputar Qurban

Tanya : Hewan apa sajakah yang dapat digunakan untuk berqurban dan bolehkan orang yang berqurban memakan dagingnya? Sekarang ini saya melihat bahwa banyak orang-orang yang menjual anggota tertentu dari hewan qurban semisal kulit, boleh apa tidak Kiai? (Nursalaim A’la, Wonokromo)

Jawab : Qurban dalam terminologi fikih sering disebut dengan udhhiyyah, yaitu menyembelih hewan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. mulai terbitnya matahari pada hari raya Idul Adha (yaum an-nahr) sampai tenggelamnya matahari di akhir hari tasyrik yaitu hari tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah.

Berqurban sangat dianjurkan bagi orang orang yang mampu karena qurban memiliki status hukum sunnah muakkadah, kecuali kalau berqurban itu sudah dinadzarkan sebelumnya, maka status hukumnya menjadi wajib. Anjuran berqurban banyak disebutkan dalam hadis di antaranya yang diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah bahwa tidak ada amal anak manusia pada hari nahr yang lebih dicintai Allah melebihi mengalirkan darah (menyembelih qurban). Sebelum anjuran itu dalam Al-Quran, Allah Swt. juga sudah menganjurkan hamba hamba-Nya untuk barqurban. Pesan ini termaktub dalam Al-Quran sebagai berikut: 

Artinya: “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah.”(QS. Al-Kautsar: 2)

Berqurban merupakan ibadah yang muqayyadah, karena itu pelaksanaannya diatur dengan syarat dan rukunnya. Tidak semua hewan dapat digunakan dalam arti sah untuk berqurban. Hewan yang sah untuk berqurban hanya meliputi an‘am saja yaitu sapi, kerbau, onta, domba atau kambmg, dengan syarat bahwa hewan-hewan tersebut tidak menyandang cacat, gila, sakit, buta, buntung, kurus sampai tidak berdaging atau pincang. Cacat berupa kehilangan tanduk, tidak menjadikan masalah sepanjang tidak merusak pada daging.

Dalam praktiknya, berqurban dapat dilaksanakan secara pribadi atau orang perorang dan dapat pula secara berkelompok. Setiap 7 (tujuh) orang dengan seekor sapi atau kerbau atau onta. Ketentuan ini didasarkan pada sebuah hadis dan shahabat Jabir sebagai berikut:

Artinya: “Nabi memerintahkan kepada kami berqurban satu unta atau satu sapi untuk setiap tujuh orang drin kami.” (Muttafaq‘alaih)

Adapun qurban kambing hanya dapat mencukupi untuk qurban bagi seorang saja. (Al-Iqna 277-278). (baca juga : hukum patungan membeli hewan qurban)

Berdasarkan perbedaan status hukumnya antara sunah dan wajib, distribusi daging qurban sedikit berbeda. Bagi mereka yang berqurban, boleh bahkan disunahkan untuk ikut memakan daging qurbannya, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran sebagai berikut:

Artinya: “Dan makanlah sebagian daripadanya (an‘am) dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orag yang sengsara lagi faqir. “ (QS. A1-Hajj: 28)

Begitu pula yang diceritakan dalam hadis bahwa Rasulullah memakan hati hewan qurbannya. Ketentuan diperbolehkan mengambil bgian dari hewan qurban adalah 1/3 dari hewan qurban. Adapun bagi mereka Yang berqurban karena wajib dalam hal ini nadzar, maka tidak boleh atau haram memakan dagingnya. Apabila dia memakannya maka wajib mengganti sesuatu yang telah dimakan dari qurbannya.

Lalu bagaimana kalau salah satu bagian hewan qurban itu dijual? Pada prinsipnya qurban adalah sedekah yang diperuntukkan bagi kaum dhu’afa, fakir miskin secara cuma-cuma. Karena itu, pemanfaatannya juga tidak boleh keluar dari batas-batas itu termasuk di dalamnya menjual anggota qurban. Dalam kitab Iqna’ disebutkan bahwa tidak diperkenankan menjual sesuatu dari hewan qurban berdasar pada sebuah hadis riwayat Hakim sebagaimana berikut ini:

Artinya: “Barangsiapa menjual kulit qurbannya, maka tidak ada qurban baginya.” (HR. Hakim)

Ini berarti penyembelihan itu hanya menjadi sedekah biasa tanpa mendapatkan keutamaan besar dari qurban. Tapi boleh bagi yang berqurban untuk mengambil kulitnya untuk dimanfaatkan menjadi sandal, sepatu, tempat air dan sebagainya. Namun demikian tetap saja tidak boleh dijual bahkan dianjurkan menyedekahkannya karena lebih utama. Tidak diperkenankan pula membayar tukang menyembelih hewan dengan bagian dari hewan qurban sebagai upah, semisal membayar tukang jagal dengan kulit qurban, kepala dan kakinya. (baca juga : cara menyembelih dan memotong hewan)

Daging qurban disyaratkan untuk dibagikan kepada fakir miskin dalam keadaan masih mentah atau tidak berupa masakan. Ketentuan ini mengandung maksud agar fakir miskin dapat secara bebas mentasharufkannya, apakah itu untuk dimasak sendiri ataukah untuk dijual karena pada dasarnya daging itu adalah hak mereka.

Sumber :
Buku Dialog Dengan Kiyai Sahal Mahfudh (Solusi Problematika Umat)

Tuesday 22 September 2015

Rukun Iman

1. Iman kepada Allah SWT
Iman kepada Allah artinya kita nyakin dan percaya bahwa Allah itu ada, Allah yang menciptakan kita.

Yang dimaksud beriman kepada Allah adalah meyakini sepenuh hati bahwa Allah SWT adalah tuhan yang menciptakan manusia, bumi, bulan, bintang, dan seluruh alam semesta. Iman kepada Allah harus ada pengucapan persaksian atau pengakuan bahwa Allah itu ada dan tidak ada tuhan selain Allah. Menciptakan manusia dan makhluk lainnya serta yang menggerakan alam semesta.

2. Iman Kepada Malaikal-Malaikat Allah

Malaikat adalah makhluk gaib, tidak kelihatan oleh mata biasa, sebab malaikat diciptakan Allah dari cahaya (nur). Malaikat mencabut nyawa, menyampaikan wahyu, mencatat amal baik dan buruk, pemberi rezeki dan lain-lain.

3. Iman Kepada Kitab-Kitab Allah
Yang dimaksud dengan beriman kepada kitab-kitab Allah SWT adalah bahwa setiap kaum muslimin wajib percaya bahwa Allah menuurunkan kitab-kitabNya kepada Rasul-Nya. Kitab suci itulah yang dijadikan pedoman hidup bagi manusia.

4. Iman Kepada Rasul-Rasul Allah SWT
Yang dimaksud dengan beriman kepada Rasul Allah adalah meyakini dan percaya bahwa Allah memilih manusia pilihan untuk diangkat sebagai utusanNya, untuk menyampaikan ajaran tauhid kepada umat manusia. Para rasul ini menerima wahyu Allah dengan perantaran malaikat Jibril 

Jumlah Nabi sangat banyak. Namun umat Islan wajib mengetahui sebanyak 25 Nabi Rasul.

Nama 25 Nabi dan Rasul
1. Nabi Adam a.s
2. Nabi Idris a.s
3. Nabi Nuh a.s
4. Nabi Hud a.s
5. Nabi SaIIeh a.s
6. Nabi Ibrahim a.s
7. Nabi Luth a.s
8. Nabi Ismail a.s
9. Nabi Ishak a.s
10. Nabi Yakub a.s
11. Nabi Yussuf a.s
12. Nabi Ayyub a.s
13. Nabi Syuaib a.s
14. Nabi Musa a.s
15. Nabi Harun a.s
16. Nabi Zulkifli a.s
17. Nabi Daud a.s
18. Nabi Sulaiman a.s
19. Nabi Ilyas a.s
20. Nabi Ilyasa a.s
21. Nabi Yunus a.s
22. Nabi Zakaria a.s
23. Nabi Yahya 0.5
24, Nabi Isa a.s
25. Nabi Muhammad s.a.w

5. Iman Kepada Hari Akhir/Kiamat
Yang dimaksud dengan beriman kepada hari kiamat adalah menyakini bahwa alam seluruh isinya akan hancur. Atau Allah akan memusnakan dunia dan seluruh isinya kemudian diganti dengan kehidupan akherat. Umat islam wajib meyakini bahwa hari kiamat pasti akan datang. Tetapi kapan datangnya? hanya Allah SWT yang tahu, sebagian firman-nya dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 187
“Artinya Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: “Bilakah terjadinya?” Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. kiamat itu Amat berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba, mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di Sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak Mengetahui’(Q.S. Al-A’raf : 187)

“Artinya: aku bersumpah demi hari kiamat, dan aku bersurnpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya? bukan demikian, sebenarnya Kami Kuasa menyusun (kembali) jari-jemarinya dengan sempurna. bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus. Ia berkata: “Bilakah hari kiamat itu ?“Maka apabila mata terbelalak (ketakutan), dan apabila bulan telah hilang cahayanya, dan matahari dan bulan dikumpulkan, pada hari itu manusia berkata: “Kemana tempat berlari?” sekali-kali tidak! tidak ada tempat berlindung! hanya kepada Tuhanmu sajalah pada hari itu tempat kembali. pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya. bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri meskipun Dia mengemukakan alasan-alasannya. (Q.S Al-Qiyamah : 1-15)

6. Iman Kepada Qadha dan Qadar

Yang dimaksud dengan beriman kepada Qadha dan Qadar adalah yakin bahwa semua kejadian di dunia merupakan atas kehendak dan takdir Allah SWI Sebagai umat Islam harus percaya bahwa apa yang kita kerjakan hanya sebatas usaha, Allah yang menentukan hasil akhirnya. Kita harus berusaha, berikhtiar, dan kemudian bertawakal kepada Allah yang menentukan segala hal.

Qodha adalah ketetapan Allah dalam alam azali tentang akan terjadi peristiwa pada seluruh alam dan kehancurannya, termasuk juga tentang nasib manusia seperti kelahiran, jodoh, rizki, dan kematian, serta kebahagian atau celaka dalam hidupnya.

Qadar atau takdir adalah sesuatu yang telah terjadi bagi seluruh alam, dan juga yang terjadi pada diri manuasia yaitu berupa kelahiran, jodoh, rizki, dan kematian, serta hidup bahagia atau celaka di dunia.
Allah berfirman:
“Artinya: “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian reiki, yang Kami anugerahkan kepada mereka” (Q.S Al Baqarah : 3).

(baca juga : Mengenal Rukun Iman Kepada Allah)

Mengenal Rukun Iman Kepada Allah

Rukun iman yang pertama adalah iman kepada Allah. Iman artinya percaya. Iman kepada Allah berarti yakin dan percaya bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang wajib disembah. Dialah Tuhan Yang Maha Esa, kepada-Nya semua bergantung dan memohon pertolongan. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tiada sesuatu pun yang setara dan dapat menyekutui-Nya.

Iman menurut etimologi berarti percaya, sedangkan menurut termlnologi, berarti membenarkan secara dengan hati, lalu diungkapkan dengan kata-kata, dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Iman kepada Allah SWT berarti meyakininya dengan hati lalu diucapkan dengan lisan, kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.  (baca juga : Rukun Iman)

Hal ini sesuai Hadist Nabi Muhammad SAW yang berbunyi :
Artinya: “iman adalah pengakuan dengan hati, pengucapan dengan lisan, dan pengamalan dengan anggota badan.”(HR Thabrani)

Dalam Al-Quran :
Artinya:
Katakanlah Dia Allah Yang Maha Esa.
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu.
Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.
Dan tidak ada searangpun yang setara dengan Dia.
(QS. Al lkhlas:1-4)


Menyakini dan mengimani Allah merupakan rukun iman yang pertama. Pengertian rukun iman adalah suatu perkara yang wajib dikerjakan. Rukun iman artinya wajib bagi setiap muslim untuk mengimani bahwa Allah sebagal rabbal’alamin. Keimanan dan keyakinan kita kepada kita rabbal’alamin tidak boleh goyah.

Hal ini menunjukkan bahwa iman kepada Allah SWT merupakan hal yang paling pokok dan mendasar bagi keimanan dan seluruh ajaran Islam. Untuk mempertebal keimanan maka seseorang harus mengenal sifat-sifat Allah SWT beserta Asmanya (Asmaul Husna)

Sedangkan fungsi iman dalam kehidupan manusia adalah sebagai pegangan hidup. Orang yang beriman tidak mudah putus asa dan ia akan memiliki akhlak yang mulia karena berpegang kepada petunjuk Allah SWT yang selalu menyuruh berbuat baik.

Fungsi iman kepada Allah SWT akan melahirkan sikap dan kepribadian seperti berikut ini.

1. Menyadari kelebihan dirinya dihadapan Allah Yang Maha Besar sehingga ia tidak mau bersikap dan berlaku sombong atau takabur serta menghina orang lain 

2. Menyadari bahwa segala yang dinikmatinya berasal dari Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Sikap ini menyebabkan ia akan menjadi orang yang senantiasa bersyukur kepada Allah SWT. Ia memanfaatkan segala nikmat Allah SWT sesuai dengan petunjuk dan kehendak Nya

3. Menyadari bahwa dirinya pasti akan mati dan dimintai pertanggungjawaban tentang segala amal perbuatan yang dilakukan. Hal ini menyebabkan ia senantiasa berhati-hati dalam menempuh liku-liku kehidupan di dunia yang fana ini.

4. Merasa bahwa segala tindakannya selalu dilihat oleh Allah yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat. Ia akan berusaha meninggalkan perbuatan yang buruk karena dalam dirinya sudah tertanam rasa malu berbuat salah. Ia menyadari bahwa sekalipun tidak ada orang yang melihatnya namun Allah Maha Melihat.
Firman Allah SWT:
Artinya:” Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab Allah yang diturunkan sebelumnya, Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitabNya, Rasul-raslNya dan hari kemudian maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (QS.An Nisa : 136).

Fungsi iman kepada Allah SWT akan menumbuhkan sikap akhlak mulia pada diri seseorang. Ia akan selalu berkata benar, jujur, tidak sombong dan merasa dirinya lemah dihadapan Allah SWT serta tidak berani melanggar larangannya karena ia mempunyai iman yang kokoh. Oleh karena itu, iman memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, yakni sebagai alat yang paling ampuh untuk membentengi diri dari segala pengaruh dan bujukan yang menyesatkan. Iman juga sebagai pendorong seseorang untuk melakukan segala amal shaleh.

Keesaan Allah

Tauhid atau pengesaan Allah memainkan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Tauhid menjadi pemancar kebaikan di dunia dan keselamatan diakhirat. Kadar keselamatan manusia di akhirat berbanding lurus dengan keyakinan dalam bertauhid. Begitu pula halnya dengan keridhoan Allah di dunia dan di akhirat. Dunia adalah tempat pengujian dan akhirat adalah tempat pembalasan. (baca juga : Arti Dan Makna Tauhid)

Meyakini bahwa Allah adalah Tuhan Maha Pencipta dan Tuhan Maha Pemelihara alam semesta.
Yang dimaksud beriman kepada Allah dengan meyakini sepenuh hati bahwa Allah adalah Tuhan yang menciptakan manusia,bumi, bulan, bintang, benda-benda langit, tumbuh-tumbuhan, binatang, dan makhluk lainnya. Pendeknya, seluruh alam semesta dan seluruh isinya merupakan ciptaan Allah SWT.

Dalil Keesaan Allah
Makna tauhid yaitu pengakuan bahwa Allah itu Esa, Maha Satu, Maha Tunggal, dan kita tidak boleh menyekutukan Allah. Hanya kepada Allah kita menyembah dan bergantung. (baca juga : Iman Kepada Allah)
Sebagaimana firman Allah Surat Al-lkhlas ayat 1-4.
Artinya:
Katakanlah: “DiaIah Allah yang Maha Esa
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakan,
dan tidak seorangpun yang setara dengan Dia”
(QS. Al lkhlas (112): 4)


Bukti Meyakini Keesaan Allah dalam  Kehidupan Sehari-hari Sikap perilaku dan berfikir positif mengembangkan sikap dan perilaku kemudian berfikir tentang sesuatu secara baik dan benar.

Sikap positif akan membentuk sesorang memiliki perilaku yang positif. Dan prilaku positif adalah cermin dan cara berfikir yang positif. Berfikir secara positif adalah terpancar dan kebesaran jiwa, kebersihan hati dan kepekaan nurani.

Kita sebagai ummat muslim meyakini dengan benar seluruh ciptaan Allah yang ada dimuka bumi dan segala alam isinya merupakan ciptaan Allah, diantaranya:
  1. Kita percaya bahwa tidak ada tuhan yang patut disembah selain Allah dengan cara kita melaksanakan shalat lima waktu.
  2. Memelihara dan menjaga alam ciptaan Allah dengan cara kita tidak menebangi hutan sembarangan, atau memelihara tumbuhan disekitar halaman rumah kita.
  3. Juga selalu mengamalkan dan berdzikir kepada Allah dengan selalu menyebut namanya disetiap waktu, seperti shalat dan dzikir.
Rangkuman
1. Tauhid artinya, mengetahui atau mengenal bahwa Allah SWT itu tunggal tidak ada sekutunya
2. Bacaan Tauhid “Laa Ilaha Ila Allah”
3. Orang yang menyakini dan mengakui Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul disebut orang Islam (Muslim)
4. Tauhid ada 3 jenis: Tauhid Uluhiyyah, Rububiyah, Shifatiyah
5. Dalil tentang ke Esaan Allah adalah yang tercantum dalam QS. Al-Ikhlas.

Tabir Wanita